China memberikan sanksi kepada Boeing dan dua perusahaan pertahanan Amerika Serikat (AS) lainnya imbas dari penjualan senjata ke Taiwan. Sanksi ini diumumkan pada hari pelantikan presiden baru Taiwan, Lai Ching Te.
Langkah ini diambil sebagai tanggapan atas penjualan senjata AS ke Taiwan yang dinilai China sebagai ancaman terhadap kedaulatan dan keamanan nasionalnya. Beijing telah lama menentang hubungan militer antara Washington dan Taipei, serta menegaskan bahwa Taiwan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah China.
Dalam pernyataan resmi, Kementerian Luar Negeri China menyebutkan bahwa sanksi tersebut bertujuan untuk melindungi kepentingan nasional dan keamanan negara. “Kami mendesak Amerika Serikat untuk menghentikan penjualan senjata ke Taiwan dan menghentikan kontak militer dengan Taiwan untuk menghindari kerusakan lebih lanjut pada hubungan China-AS dan perdamaian serta stabilitas di Selat Taiwan,” ujar juru bicara kementerian tersebut.
Melansir dari Associated Press (AP), Selasa (21/5/2024) pemberian sanksi ini bukanlah yang pertama bagi China kepada perusahaan pertahanan yang menjual senjata ke Taiwan. Pemberian sanksi ini merupakan dampak dari konflik antara China dan Taiwan. Selama ini, China beranggapan bahwa Taiwan termasuk dalam wilayah kekuasaannya. Namun, Taiwan merasa sebaliknya.
Riwayat Sanksi China terhadap Perusahaan Pertahanan AS
Boeing, sebagai salah satu perusahaan yang dikenai sanksi, merupakan kontraktor utama dalam penjualan senjata tersebut. Dua perusahaan lainnya yang juga dikenai sanksi adalah Raytheon Technologies dan Lockheed Martin. Sanksi yang dijatuhkan mencakup larangan ekspor dan impor, serta pembatasan aktivitas bisnis di China.
Selain itu, Kementerian Perdagangan Tiongkok menempatkan unit Pertahanan, Antariksa & Keamanan Boeing, General Atomics Aeronautical Systems, dan General Dynamics Land Systems ke dalam daftar entitas yang tidak dapat diandalkan. Dengan begitu, pemerintah China melarang investasi lebih lanjut dari perusahaan tersebut, serta memberlakukan larangan perjalanan bagi manajemen senior perusahaan-perusahaan tersebut.
Pelantikan Lai Ching Te sebagai presiden baru Taiwan juga menjadi sorotan. Lai, yang dikenal memiliki pandangan pro-kemerdekaan, telah berjanji untuk memperkuat pertahanan Taiwan dan menjalin hubungan yang lebih erat dengan sekutu-sekutu internasionalnya, termasuk Amerika Serikat.
Langkah China ini menambah ketegangan antara Beijing dan Washington, yang telah terlibat dalam berbagai perselisihan mulai dari perdagangan hingga teknologi. Sementara itu, Taiwan terus berusaha untuk memperkuat posisinya di kancah internasional meskipun berada di bawah tekanan terus-menerus dari China.