Pada sekitar tahun 1000 SM, penjajah Athena berlayar melintasi Laut Aegea dan menetap di pesisir yang sekarang dikenal sebagai Efesus di Turki modern. Mereka membawa pemujaan terhadap Artemis—dewi perburuan, binatang buas, kesucian, dan persalinan—dan membangun sebuah kuil besar untuk menghormatinya. Kuil tersebut, yang dinamai Artemisium, menjadi salah satu keajaiban dunia kuno.
Artemisium memiliki panjang 131 meter dan lebar 79 meter, dengan 127 kolom setinggi 20 meter. Beberapa patung Artemis yang sangat besar juga menghiasi kuil ini. Konstruksi kuil ini begitu detail dan indah, mengesankan semua orang yang melihatnya.
Kehancuran Artemisium terjadi pada tahun 356 SM. Bukan karena bencana alam, tapi karena tindakan seorang pria bernama Herostratus. Dia melakukan pembakaran ini bukan karena kecelakaan, tapi karena mencari ketenaran. Herostratus ingin meninggalkan jejak dalam sejarah, meskipun dengan cara yang mengerikan.
Penguasa Efesus tidak merasa bahwa hukuman mati cukup untuk Herostratus. Sebagai gantinya, mereka memberinya hukuman damnatio memoriae, yang melarang penyebutan namanya baik dalam percakapan maupun tulisan. Namun, ironisnya, tindakan ini justru membuat namanya lebih terkenal.
Meskipun sedikit yang diketahui tentang Herostratus, warisannya tetap bertahan berkat Theopompus, sejarawan dari Pulau Chios. Catatan Theopompus kemudian dimasukkan ke dalam catatan ahli geografi Yunani Strabo, serta para sejarawan Romawi seperti Plutarch, Valerius Maximus, dan Gellius.
Kejadian ini menjadi inspirasi bagi banyak seniman, penulis, dan filsuf. Karya-karya seperti Hydriotaphia karya Thomas Browne, Don Quixote karya Miguel de Cervantes, dan film Stalker karya Andrei Tarkovsky menggambarkan ironi dan motivasi di balik tindakan Herostratus.
Sindrom Herostratus, yang mengacu pada orang-orang yang melakukan tindakan keji demi ketenaran, masih ada hingga saat ini. Hal ini terbukti dengan penghancuran arsitektur dan artefak bersejarah di berbagai tempat, seperti di Afghanistan.
Meskipun Herostratus mungkin merasa telah mencapai tujuannya, kita tetap mengingatnya karena tindakannya, bukan identitasnya. Meskipun kita tidak tahu banyak tentang hidupnya sebelum kejadian tragis itu, motivasinya tetap menjadi misteri yang menarik untuk dispekulasikan.
Kisah Herostratus mengajarkan kepada kita tentang keinginan manusia untuk mencari ketenaran, bahkan dengan cara yang merugikan. Hingga hari ini, kejadian ini tetap menjadi pelajaran berharga tentang konsekuensi dari tindakan-tindakan yang dilakukan demi kepentingan pribadi.